http://www.pramukanet.org
dengan judul " Gerakan Pramuka Rawan Degradasi "
Pada peringatan hari Pramuka ke 50 yang lalu , Gerakan Pramuka telah menyelenggarakan Pengibaran bendera Merah putih terbesar dengan moment Dive Pramuka Emas di pantai Pasir Putih Situbondo, demikian pula dilaksanakan kegiatan estafet tunas kelapa dari penjuru tanah air, yang terakhir pengibaran bendera Merah Putih di pulau sebatik yang dilakukan Pramuka Saka Bahari. Masih banyak event lainnya yang pokok utamanya adalah menanamkan kesadaran berbangsa, belanegara dan kecintaan pada tanah air di negara ini.
Kegiatan besar semacam itu bukan sekedar simbol,
namun memiliki arti besar bagi gerakan pramuka dalam upaya membangun karakter
bangsa ini melalui generasi muda yang tergabung dalam Gerakan Pramuka.
Namun di lain sisi dan lebih ke dalam lagi,
menurut pengamatan penulis ternyata masih perlu pembinaan bela negara dan
kerakter bagi anggota pramuka yang lebih spesifik dan bersifat tehnis. Dimulai
metode pendidikan kepramukaan di gugusdepan, yang pada saat ini tampak adanya
pergeseran dan perubahan cara pandang antara memaknai kecintaan pada tanah air
dan semangat dalam motivasi kegiatan pramuka. Hal ini terbukti dengan pemakaian
setangan leher atau pita leher merah putih yang dibarengi dengan (menyerupai)
tanda lainnya diluar tanda resmi yang telah ditentukan oleh Gerakan Pramuka (
Kwarnas, red ). Biasanya orang menyebut tanda ini dengan nama “ slayer “ ,
yakni sepotong kain yang menyerupai setangan leher dengan aneka warna dan corak
baik dengan ukuran yang sama atau lebih kecil, dikenakan melingkar pada leher si
pemakai. Penggunaan semacam slayer ini sedemikian subur di kalangan anggota
pramuka. Orang-orang yang awam pramuka akan bertanya apakah ada perubahan
dengan seragam pramuka saat ini ? atau apakah ada “hasduk baru” ? Lalu apakah
penggunaan slayer ini merupakan bagian dari gejala di era keterbukaan, atau
kebebasan, ataukah semata-mata hanya untuk cara menumbuhkan semangat bagi
anggota pramuka.
Pada saat ini, penggunaan slayer tidak hanya pada
forum non formal saja, para peserta didik bahkan menggunakannya pada kegiatan
formal juga. Hal ini menjadi sangat memprihatinkan lagi bila dipakai dan
ditempatkan di atas setangan/ pita leher menutupi bendera Merah Putih yang
sebenarnya dikemas, diformat dan dibentuk menjadi setangan / pita leher.
Pola
penerapan pendidikan dengan model menggunakan slayer bagi peserta didik yang
seperti ini, akan berpengaruh pada pola image bahwa pengguna dimungkinkan
akan lebih bangga dan nyaman menggunakan sejenis slayer dibanding setangan/
pita leher yang semestinya. Perubahan perilaku ini akan terjadi apalagi
jika Merah Putih diletakkan di bawah dan ditutup dengan kain lainnya. Kalau
sudah demikian maka nilai Satya dan Darma Pramuka bisa juga menjadi tertutup
dan luntur, merah putih di dada bukan lagi kebanggaan. Tentu saja hal tersebut
bertentangan dengan tujuan gerakan pramuka. Bahkan pernah ada pula kegiatan
kursus pembina malah yang digunakan bukan setangan/ pita leher sebenarnya.
Kenapa bukan satu saja, Merah dan Putih ?
Pengertian penggunaan setangan/ pita
Leher.
Setangan / pita leher yang memiliki warna bendera
Indonesia, merah dan putih merupakan tanda umun gerakan pramuka yang dikenakan
pada pakaian seragam Pramuka di bawah leher baju (kraag), dilipat sedemikian
rupa (putra) sehingga warna merah dan putih masih tampak dengan jelas sedangkan
putri dibuat simpul mati, dengan bagian yang merah di sebelah kanan, dan bagian
putih di sebelah kiri.
Sejarah menunjukkan bahwa dengan terbitnya
Keppres No. 238 tahun 1961, yakni dengan tujuan pokok menyatukan seluruh pandu
di Indonesia yang beraneka latar belakang, menjadi Gerakan Pramuka dengan satu
tujuan dan selanjutnya oleh para pendahulu telah menindaklanjutinya dengan
peraturan pemakaian salah satu tanda umum serupa bendera Merah Putih yang
dipergunakan sebagai setangan / pita leher menjadi bagian tanda pemersatu, yang
akan tampak pada setiap dada anggota pramuka.
Perlunya Pemahaman Setangan/ Pita Leher.
Seperti yang ditulis di atas bahwa setangan/ pita
leher merupakan Bendera Merah putih yang dikemas sedemikian rupa dan
menunjukkan bahwa yang bersangkutan adalah anggota pramuka. Kita juga akan
mengalami kegundahan dan perasaan yang sama, manakala pada latihan pramuka,
banyak peserta didik tidak menggunakan setangan/ pita leher. Semestinya
tata cara dan etika pemakaian setangan/ pita leher seharusnya diterapkan pada
setiap peserta didik sejak awal, agar Merah Putih ( bendera ) yang melingkar
dileher itu selalu dijaga dan dihargai sebagaimana menghargai dirinya sendiri
saat menggunakannya.
Seharusnya tidak ada bentuk lain yang menyerupai setangan/
pita leher selain merah dan putih yang merupakan janji yang selalu mendampingi
di setiap kegiatan pramuka. Kita juga tidak bisa serta merta beralasan demi
kreatifitas, atau menjadikan sebagai sekedar tanda peserta kegiatan, apalagi
hal tersebut tidak tercantum dalam petunjuk penyelenggaraan dalam tanda umum
gerakan pramuka.
Apakah tidak sebaiknya kita dapat mencontoh para
pimpinan Gerakan Pramuka, seperti Kak Dede Yusuf (Kwarda Jabar) yang selalu
menggunakan merah putih di dadanya meski tidak berseragam pramuka, demikian
pula Kak Budi Prayitno (Kwarda Jateng) yang tetap memegang aturan normatif
dalam pemakaian seragam pramuka. Kedua Pemimpin ini bisa dijadikan tauladan
dalam menjaga semangat bela negara dan beretika saat sang merah putih menyertainya.
Akibat dan solusi.
Kalo sudah menjadi kebiasaan, pasti ada
yang pro maupun kotra, tentu kita tidak ingin terjadinya pengaruh yang
mengakibatkan perubahan perilaku yang akhirnya dapat keluar dari maksud dan
tujuan gerakan pramuka itu sendiri. Adanya aneka warna dan bentuk slayer
yang dibuat, bukan menjadi solusi pemersatu, tapi malah sebaliknya mereka bisa
saja, saling berlomba untuk “jor-joran”, lenyapnya persaudaraan lalu yang
muncul adalah persaingan, semangat merah putih pun hilang. Pemakaian slayer
yang asal-asalan mengakibatkan penggunaan seragam pramuka yang makin tidak
tertib. Peserta didik makin lebih senang menggunakan slayer daripada
setangan/pita leher.
Selanjutnya beberapa hal yang merupakan bagian
dari solusi :
- Diberikannya kesempatan pengunaan sejenis
slayer, namun dengan aturan yang konkrit, jelas dan ketat.
- Sebaliknya adanya penegasan terhadap larangan
penggunaan tanda-tanda selain yang tercantum dalam aturan normatif di Gerakan
Pramuka.
- Sosialisasi penggunaan seragam yang baik dan
benar.
- Penanaman karakter bagi pramuka terutama di
bidang bela negara lebih ditingkatkan.
- Tumbuhkan nilai-nilai semangat perjuangan
para pahlawan, mempertahankan bendera merah putih dan agar tetap berkibar di
bumi pertiwi ini.
- Perlunya pengetahuan pemahaman tentang adanya
petunjuk penyelenggaraan untuk dipatuhi dan dilaksanakan.
Tentu saja masih banyak solusi lainnya yang lebih
baik. Sedangkan yang memiliki kewenangan dan kebijakkan untuk melakukan itu
hanyalah pihak Kwartir.
Dalam meningkatkan animo dan semangat berpramuka
masih ada upaya lain yang dapat dilakukan dengan cara yang lebih baik tapi
benar. Namun yang harus kita ingat bahwa ibarat membuat sebuah bangunan tidak
terus saja meningkat ke atas saja, tetapi juga perlu dilihat pondasi di bawahnya
apakah ada korosi atau degradasi yang sewaktu-waktu bikin bangunan itu mudah
roboh.
Wallahualam. Salam Pramuka
Oleh : Gunawan Sr.
0 comments:
Post a Comment