“Assalamualaikum
pak” sapa seorang siswa sambil berusaha mencium tangan gurunya, pemandangan ini
mungkin susah kita temui di jaman sekarang, sekarang kita lebih sering bertemu
dengan generasi muda yang sibuk dengan gadget nya, sibuk dengan urusan “perpacaran”
nya, sibuk “riwa riwi” entah kemana, dan kesibukan kesibukan yang lainya.
Prihatin memang
menyaksikan perkembangan jaman yang semakin maju ini tidak terimbangi dengan
perkembangan pola pikir generasi muda. Dari data Badan Narkotika Nasional (BNN),
kasus penyalah gunaan narkoba terus meningkat di kalangan remaja, dari 2,21% (4
juta orang) pada tahun 2010 menjadi 2,8 (sekitar 5 juta orang) pada tahun 2011
dan semakin meningkat di tahun 2012. Itu baru di penyalahgunaan narkoba, padhal
penyimpangan perilaku selain penyalahgunaan narkoba pun juga marak di kalangan
generasi muda seperti seks bebas, tawuran, bullying dan lain nya
Sebenarnya
susah mencari pangkal dari semua ini, tapi jika kita urai secara perlahan
pendidikan lah yang mempunyai porsi cukup banyak di permasalahan ini. Jika kita
nalar, semakin baik pendidikan seseorang akan mempengaruhi pola pikir orang
tersebut sehingga perilaku dan tutur kata nya pun semakin terjaga. Pemerintah
telah berusaha dengan “keras” untuk berupaya meningkatkan kualitas pendidikan
di Negara ini, bahkan saat ini marak sekali dengan perkembangan info tentang pergantian
kurikulum, dari kurikulum KTSP menuju ke kurikulum 2013, yang menurut bapak
menteri paling pintar kita M.NUH merupakan kurikulum “paling terbaik” dari kurikulum
yang pernah ada di dunia ini. Sedangkan untuk menangani masalah merosot nya
moral generasi muda, bapak menteri menginstruksikan untuk mewajibkan ekstra
kurikuler pramuka di sekolah sekolah, karena menurut beliau Gerakan Pramuka
adalah “OBAT” atas semua penyakit generasi muda.
Antara senang,
bangga, sedih kecewa seluruh perasaan itu tercampur jadi satu jika mendengar
bahwa kepramukaan DIWAJIBKAN di sekolah sekolah. Senang dan bangganya adalah
banyak sekali kegiatan yang bisa memperbaiki moral generasi muda tapi
pemerintah lebih memilih Gerakan Pramuka, itu menandakan eksistensi Gerakan
Pramuka sudah terasa di seluruh lapisan masyarakat. Sedihnya adalah kiranya
Indonesia belum siap jika Gerakan Pramuka masuk ke kurikulum, hal ini bisa
dilihat dari jumlah Pembina Mahir yang ada di gugus di tiap daerah, bagaimana
mau membina moral generasi muda jika Pembina nya saja tidak mencukupi. Selain
itu banyak sekali gugus di daerah yang kekurangan bahan ajar/ bahan binaan yang
terjadi adalah mereka membina pramuka dengan cara lama tepuk tepuk nyanyi
nyanyi itu aja di ulang ulang setiap pertemuan, sudah dipastikan peserta didik
akan bosan dan kemudian lebih memilih membolos untuk tidak mengikuti kegiatan
ekstrakurikuler Kepramukaan.
Dulu memang
pramuka menjadi poros dari perbaikan moral generasi muda, Namun jiwa-jiwa
Pramuka itu kini terasa kian sepi, sunyi dan mati suri. Gudep, ambalan, ranting
dan cabang gerakan Pramuka sebagai basis tunas-tunas Pramuka seakan tak
terdengar gaungnya. Mereka seakan tak peduli, tak butuh dan abai terhadap
kepanduan yang merupakan ciri dari manusia Indonesia. Gerakan Pramuka semakin
dijauhi lantaran dirasa monoton dan jalan ditempat. Ia tak mampu berlari dan
membentuk formasi baru serta fresh. Ini adalah PR besar yang harus di seleseikan
lebih dahulu sebelum mewajibkan ekstrakurikuler Kepramukaan. Sehingga nantinya
Gerakan Pramuka bisa berjalan sesuai dengan apa yang telah di perkirakan yaitu
sebagai “obat” atas segala penyakit moral generasi muda.
0 comments:
Post a Comment