Monday, May 06, 2013

Pramuka dan Kurikulum 2013





“Assalamualaikum pak” sapa seorang siswa sambil berusaha mencium tangan gurunya, pemandangan ini mungkin susah kita temui di jaman sekarang, sekarang kita lebih sering bertemu dengan generasi muda yang sibuk dengan gadget nya, sibuk dengan urusan “perpacaran” nya, sibuk “riwa riwi” entah kemana, dan kesibukan kesibukan yang lainya.
Prihatin memang menyaksikan perkembangan jaman yang semakin maju ini tidak terimbangi dengan perkembangan pola pikir generasi muda. Dari data Badan Narkotika Nasional (BNN), kasus penyalah gunaan narkoba terus meningkat di kalangan remaja, dari 2,21% (4 juta orang) pada tahun 2010 menjadi 2,8 (sekitar 5 juta orang) pada tahun 2011 dan semakin meningkat di tahun 2012. Itu baru di penyalahgunaan narkoba, padhal penyimpangan perilaku selain penyalahgunaan narkoba pun juga marak di kalangan generasi muda seperti seks bebas, tawuran, bullying dan lain nya
Sebenarnya susah mencari pangkal dari semua ini, tapi jika kita urai secara perlahan pendidikan lah yang mempunyai porsi cukup banyak di permasalahan ini. Jika kita nalar, semakin baik pendidikan seseorang akan mempengaruhi pola pikir orang tersebut sehingga perilaku dan tutur kata nya pun semakin terjaga. Pemerintah telah berusaha dengan “keras” untuk berupaya meningkatkan kualitas pendidikan di Negara ini, bahkan saat ini marak sekali dengan  perkembangan info tentang pergantian kurikulum, dari kurikulum KTSP menuju ke kurikulum 2013, yang menurut bapak menteri paling pintar kita M.NUH merupakan kurikulum “paling terbaik” dari kurikulum yang pernah ada di dunia ini. Sedangkan untuk menangani masalah merosot nya moral generasi muda, bapak menteri menginstruksikan untuk mewajibkan ekstra kurikuler pramuka di sekolah sekolah, karena menurut beliau Gerakan Pramuka adalah “OBAT” atas semua penyakit generasi muda.
Antara senang, bangga, sedih kecewa seluruh perasaan itu tercampur jadi satu jika mendengar bahwa kepramukaan DIWAJIBKAN di sekolah sekolah. Senang dan bangganya adalah banyak sekali kegiatan yang bisa memperbaiki moral generasi muda tapi pemerintah lebih memilih Gerakan Pramuka, itu menandakan eksistensi Gerakan Pramuka sudah terasa di seluruh lapisan masyarakat. Sedihnya adalah kiranya Indonesia belum siap jika Gerakan Pramuka masuk ke kurikulum, hal ini bisa dilihat dari jumlah Pembina Mahir yang ada di gugus di tiap daerah, bagaimana mau membina moral generasi muda jika Pembina nya saja tidak mencukupi. Selain itu banyak sekali gugus di daerah yang kekurangan bahan ajar/ bahan binaan yang terjadi adalah mereka membina pramuka dengan cara lama tepuk tepuk nyanyi nyanyi itu aja di ulang ulang setiap pertemuan, sudah dipastikan peserta didik akan bosan dan kemudian lebih memilih membolos untuk tidak mengikuti kegiatan ekstrakurikuler Kepramukaan.
Dulu memang pramuka menjadi poros dari perbaikan moral generasi muda, Namun jiwa-jiwa Pramuka itu kini terasa kian sepi, sunyi dan mati suri. Gudep, ambalan, ranting dan cabang gerakan Pramuka sebagai basis tunas-tunas Pramuka seakan tak terdengar gaungnya. Mereka seakan tak peduli, tak butuh dan abai terhadap kepanduan yang merupakan ciri dari manusia Indonesia. Gerakan Pramuka semakin dijauhi lantaran dirasa monoton dan jalan ditempat. Ia tak mampu berlari dan membentuk formasi baru serta fresh. Ini adalah PR besar yang harus di seleseikan lebih dahulu sebelum mewajibkan ekstrakurikuler Kepramukaan. Sehingga nantinya Gerakan Pramuka bisa berjalan sesuai dengan apa yang telah di perkirakan yaitu sebagai “obat” atas segala penyakit moral generasi muda.

0 comments:

Post a Comment